ВНИМАНИЕ! ПРОЧТИТЕ ЭТО ОБРАЩЕНИЕ!!!

Dear Rodovidians, please, help us cover the costs of Rodovid.org web hosting until the end of 2025.

82.3% Complete

2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya (Kanjeng Ratu Mas) р. оц. 1734 ум. 17 октябрь 1803

Материал из Родовод.

Запись:895241
Перейти к: навигация, поиск
Lambang Kesultanan Bima
Lambang Kesultanan Bima
Род Mataram
Пол женщина
Полное имя
от рождения
2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya
Смена фамилии Kanjeng Ratu Mas
Смена имени Roro Sulastri
Родители

Nyai Ageng Derpoyudo / Roro Widuri [Kesultanan Bima]

3. Kyai Ageng Derpoyudo [Mataram]

[1][2][3]

События

оц. 1734 рождение: Peter Carey (Kuasa Ramalan, 913)

брак: Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono) [Amangkurat IV] р. 5 август 1717 ум. 24 март 1792

7 март 1750 рождение ребёнка: Yogyakarta, 4. Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono II [Hb. 1.4] [Hamengku Buwono I] р. 7 март 1750 ум. 3 январь 1828

17 октябрь 1803 смерть: Tegalrejo, Yogyakarta

Заметки

Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Ratu Ageng Tegalrejo : Wanita Perkasa yang Tercuri dari Sejarah

Lukisan koleksi Snouck Hurgronje, yang tersimpan di Universitas Leiden dengan codex 7398. Lukisan ini menggambarkan aktivitas spiritual Diponegoro saat mengajari putranya, Pangeran Ali Basah, teks mistik Islam. Banthengwareng berada di tengah, dekat Diponegoro
Lukisan koleksi Snouck Hurgronje, yang tersimpan di Universitas Leiden dengan codex 7398. Lukisan ini menggambarkan aktivitas spiritual Diponegoro saat mengajari putranya, Pangeran Ali Basah, teks mistik Islam. Banthengwareng berada di tengah, dekat Diponegoro

Ratu Ageng nama yang mirip dengan nama pahlawan Nyai Ageng Serang tapi dua wanita ini adalah beda orang. Ratu Ageng atau seringkali disebut juga Ratu Ageng Tegalrejo ini bukanlah wanita baen-baen (sembarangan). Wanita pendidik yang lahir pada tahun 1735 ini adalah seorang permaisuri dari Sultan Hamengku Buwoni I, dan juga wanita yang melahirkan Sultan Hamengku Buwono II dan ia juga merupakan nenek buyut Ontowiryo.

Belum cukup hanya itu saja, ia juga merupakan seorang Panglima Bregada Langen Kesuma. Bregada Langen Kesuma ini semacam kesatuan pasukan elit khusus perempuan pengawal raja, seperti hanya Trisat Kenya di zaman Amangkurat I yang fenomenal karena kejamnya itu.

Meski personilnya semua dari kaum Hawa, jangan berpikir mereka ini lebay meminjam istilah anak muda jama sekarang. Bregada Langen Kesuma merupakan kesatuan khusus pengawal raja yang sangat tangguh. Meskipun semua anggotanya perempuan, namun pasukan berkuda ini dilengkapi dengan senjata api laras panjang dan pendek, pedang, keris, tombak, trisula, dwisula, dan lain sebagainya. Keterampilan mereka dalam olah senjata dan olah kanuragan jangan diragukan lagi. Misal sampeyan suit-suit mereka ini, salah – salah kena gibeng saja masih untung!

Anggapan diatas bukan hanya mitos atau legenda semata, setidaknya kehebatan Bregada Langen Kesuma ini diakui oleh Daendels saat berkunjung ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada bulan Juli 1809. Ceritanya, dalam acara penyambutan Daendels Bregada Langen Kesuma ini memperagakan salvo senapan dan meriam yang dipergilirkan dengan sempurna. Markas dari kesatuan istimewa ini berada di Pesanggrahan Madyaketawang. Lapangan latihan menembak bagi pasukan ini berada di alun-alun Pungkuran, di selatan kraton. Untuk lebih lanjut tentang Bregada Langen Kesuma ini di lain kesempatan kita akan membahasnya lebih jauh.

Bobot – bibit - bebet, saya yakin kata tersebut tidak asing indera dengar kita. Tiga kata dalam satu kesatuan tersebut adalah filosofi Jawa yang berkait erat mecari jodoh atau pasangan hidup. Lazimnya ini dipakai untuk memperoleh gambaran tentang kriteria calon pasangan hidup menurut pandangan orang Jawa.

Bukan karena tipikal pemilih atau mengkotak-kotakkan manusia. Berkenaan dengan pasangan hidup, orang Jawa terkesan sangat berhati-hati , meski tidak terlalu selektif dalam mencari siapa yang akan bersanding sebagai garwo (sigare nyowo) ing geghayu bahteraning urep (dalam mengarungi bahtera kehidupan) dalam kesetiaan sampai kiki nini koyo’ mimi lan mintuna.

Dalam pengertian umum, ada tiga perkara yang tidak akan terjangkau untuk diketahui manusia yakni, mati, jodoh, dan rejeki. Namun bagi masyarakat Jawa, setidaknya ada lima perkara yang mana manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti akan nasib dalam perjalanan hidupnya ; siji pesthi (mati), loro jodho (jodoh), telu wahyu (anugerah), papat kodrat (nasib), dan lima bandha (rejeki).

Merujuk dari filosifi bobot – bibit – bebet di atas tak lain adalah, dalam hal memilih pasangan hidup yang ideal bagi masyarakat Jawa adalah salah satu bagian terpenting dalam perjalanan hidup ketika berumah tangga dan berketurunan. Sebab kesalahan memilih pasangan yang dinikahi dapat berdampak buruk pada kualitas hidup pribadi, anak, dan keluarga di masa depan. Bahkan ada pepatah mengatakan, “Malapetaka besar yang dialami oleh seseorang adalah ketika ia salah memilih siapa yang menjadi pasangan hidupnya”.

Dalam konteks Ratu Ageng ini, filosofi Jawa diatas semuanya komplit ada pada dirinya. Bagaimana tidak, selain yang sudah saya narasikan di atas jika ia adalah seorang permaisuri sekaligus dari rahimnya terlahir seorang Nata. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Ratu Ageng ini adalah anak perempuan dari seorang kyai masyur pada jamannya, yakni Kyai Ageng Derpoyudho dari Majangjati, Sragen. Lumrah adanya selain karena kecerdasannyam Ratu Ageng ini terkenal karena alimnya.

Jika kita telisik lebih jauh lagi tentang silsilah Ratu Ageng ini, bisa jadi ada pengetahuan yang benar-benar baru dan baru kita ketahui. Kyai Ageng Depoyudho ini adalah putera dari Kyai Ageng Datuk Sulaiman atau sering disebut juga Kyai Sulaiman Bekel yang lahir sekitar tahun 1601, ia adalah anak tertua dari Sultan Abdul Kahir. Leluhur Ratu Ageng dapat dilacak dari sisi ibunya hingga ke Sultan Bima Pertama Abdul Kahir, Sumbawa, yang telah menghabiskan banyak waktu di Jawa untuk mendalami ilmu agama di pesantren-pesantren. Pada kesempatan lain kita akan membahasnya, biar lebih mudah untuk kita menguarainya.

Kasih sayang sang permaisuri yang tercurah terhadap cucu uyutnya ini bertolak belakang dengan anaknya sendiri, Raden Mas Sundoro. Bahkan bisa dikatakan hubungan ibu dan anak ini tidak akur. Lazimnya seorang ibu yang berharap anaknya berbudi pekerti yang baik, hal ini disalah pahami oleh Sundoro (kelak adalah HB II) yang dididik secara keras sesuai tuntunan agama. Tapi begitulan manusia, apapun latarbelakangnya, apakah dari trah bangsawan atau rakyat jelata selalu ada saja yang mbeling.

Karena hubungan ini pula yang mendasari keluarnya Ratu Ageng dari lingkungan keraton ketika suaminya, Hamengku Buwono I mangkat pada tahun 1792 yang kemudian tahtanya diwariskan pada anaknya Raden Mas Sujono ini. Ia lebih memilih tinggal di sebuah dusun kecil sejam perjalan kaki dari keraton, yakni Tegalrejo. Meskipun ia juga tahu jika Raden Mas Sujono pun sangat membenci Belanda. Tapi apa boleh buat, gaya hidup anak kesayangannya tersebut bahkan mengalahkan orang Belanda itu sendiri. Ontowiryo yang masih bocah pun diboyongnya dan hidup ditengah-tengah wong cilik, rakyatnya sendiri.

Bisa jadi, karena dibesarkan dalam lingkungan wong cilik atau rakyat kecil, maka dalam jiwa bocah Ontowiryo tumbuh rasa kepedulian yang sangat besar kepada orang-orang kecil. Apalagi dalam keseharian, Ontowiryo melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa seorang Ratu Ageng, permaisuri seorang raja, tidak merasa rendah ketika harus bergaul dengan kawulo alit.

Pun, ketika bocah Ontowiryo tanpa canggung membantu nenek uyutnya yang seorang ibu suri ini tangannya belepotan lumpur demi menghidupinya. Bahkan, keteguhan Ratu Ageng yang tidak mau menerima bantuan keuangan dari keraton sangat tertanam kuat dalam alam pikir Ontowiryo yang terbawa hingga akhir hayatnya.

Sebagai wanita ningrat yang terbilang cerdas, hal ini sangat beralasan karena Ratu Ageng sangat gandrung pada literatur-literatur keagamaan, sejarah, dan juga sastra, sehingga rumahnya yang sederhana di Tegalrejo bagaikan sebuah perpustakaan kecil. Sebaliknya, terhadap harta benda, Ratu Ageng tidak begitu terobsesi. Bahkan, dalam satu riwayat mengatakan Ratu Ageng ini hanya memiliki barang-barang primer yang memang dibutuhkan dalam rumah tangga seperti kebanyakan orang.

Dalam pembentukan watak spiritual Ontowiryo, pola pengasuhan Ratu Ageng terhadap cucu uyutnya ini sangatlah keras. Sejak kecil Ontowiryo telah diajarkan mengenai keislaman dan adat istiadat Jawa tradisional. Hal yang sangat ditanamkan pada diri pangeran kecil mengenai nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan.

Dari Ratu Ageng inilah menjadikan Ontowiryo tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan diskusi keagamaan. Selain itu wilayah Tegalrejo ketika itu pun sudah merupakan daerah yang kental dengan budaya pesantren. Hingga akhirnya pendidikan yang diterima oleh Diponegoro jauh lebih intensif dibandingkan anak-anak dari keluarga ningrat pada umumnya.

Tidak hanya itu banyak kitab-kitab yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro, diantaranya Kitab Tuhfah berisi ajaran sufisme, kitab-kitab ushul Fiqh, teks-teks Islam-Jawa yang berisi moral dan dasar-dasar sastra Jawa, beliau juga mempelajari syair-syair Jawa dan materi ketatatanegaraan serta kerajaan. Salah satu gurunya adalah Kyai Taptojani yang kelak dikemudian hari sebagai penasihat utama untuk urusan agama Diponegoro.

Berkat nenek buyutnya Diponegoro belajar banyak perihal disiplin diri, ketaatan beragama, dan kemampuan atau kepekaan untuk membaur dengan semua kelas masyarakat Jawa. Hidup di Tegalrejo juga mengajarkannya keuntungan yang diraih dari sikap menjaga diri dari lingkungan Keraton Yogyakarta, masuk ke dalam dunia batin sendiri secara intensif, menjadi seorang pecinta kesunyian dan nilai hidup bahwa kedamaian batin itu datang dari olah tapa dan refleksi diri dalam keheningan.

Nah, dipenghujung akhir tulisan ini, ada satu simpulan bahwa pengaruh Ratu Ageng inilah yang mempunyai andil besar dalam pembentukakan kepribadian Diponegoro. Pengalaman agama yang mendalam dan pengaruh yang kuat serta hubungan Ratu Ageng yang luas dengan komunitas-komunitas santri di Jawa Tengah secara tidak langsung memberikan satu kemudahan tersendiri bagi Diponegoro dalam usaha mewujudkan cita-citanya. Membebaskan orang Jawa dari intervensi dan kolonialisasi bangsa Belanda.

Meski dalam hal ini kita tidak mengesampingkan peran tidak langsung dari ibu kandung Diponegoro sendiri, Raden Ayu Mangkarawati yang merupakan selir Hamengku Buwono III yang tak lain adalah anak perempuan dari Kyai Prampelan yang kesohor tersebut. Pun halnya, sang nenek sendiri Ratu Kedhaton yang merupakan wanita sholehah.

Maka tidak berlebihan jika kita beranggapan di balik nama besar Diponegoro ada wanita hebat dibelakangnya, yakni Ratu Ageng atau dalam nama gadisnya Niken Ayu Yuwati ini. Wanita sholehah yang masih terbilang trah Ampel yang sekaligus cucu Sultan Bima di Sumbawa. Meski dalam lembaran sejarah tidak banyak disebutkan seolah tenggelam oleh cucu uyut kesayangannya tersebut. Maka, satu kesimpulan yang bisa jadi sangat provokatif, Ratu Ageng : Wanita Tangguh yang Tercuri dari Sejarah.

Perempuan Ini di Balik Nama Besar Pangeran Diponegoro

Nyai Ageng Tegalrejo adalah satu di antara beberapa tokoh pe rempuan di Jawa yang punya andil besar dalam sejarah negeri ini. Ia adalah pejuang sekaligus ulama dan nenek buyut dari pahla wan nasional Pangeran Dipone goro. Ia juga berada dibalik pembentukan karakter kepribadian Pangeran Diponegoro Nyai Ageng Tegalrejo yang lahir pada 1735 ini merupakan istri dari Sultan Hamengku Buwono I. Sosoknya dikisahkan sebagai perempuan pejuang. Ia mewarisi bakat militer dari tokoh ber kembangnya Islam di Bima, Sultan Abdul Qahir (Sultan Bima ke , (1621-1640). Dalam Pe rang Giyanti, Ia ikut mendam pingi suaminya bergerilya.

Nyai Ageng Tegalrejo merupakan anak dari Kiai Ageng Der poyudhi dari Majangjati, Sragen, kiai masyhur pada waktu itu. Kiai Ageng Derpoyudho sendiri ada lah putra dari Kiai Ageng Da tuk Sulaiman atau sering akrab disebut Kiai Sulaiman Bekel. Kealimannya juga tak lepas dari darah yang mengalir dari silsilah keturunannya.

Terkait kisah Nyai Ageng Te galrejo dalam kehidupan keluarga Keraton Ngayogyakarta, pada suatu waktu ia memilih keluar dari keraton setelah suaminya mangkat karena hubungan buruk dengan anaknya Sundoro (kelak HB II). Ia kemudian memilih ting gal di Tegalrejo, sebuah desa yang terletak di tenggara Keraton. Nyai Ageng Tegalrejo berani mening galkan Istana karena melihat anaknya yang dinilai mulai menyepelekan perintah agama. Di Tegalrejo, Nyai Ageng Tegalrejo giat bertani tanpa meninggalkankan ibadah.

Sebagai keturunan bangsawan Jawa, kehidupannya juga tidak bisa dilepaskan dari filosofi dan tradisi Jawa. Dalam sebuah artikel bertajuk "Ratu Ageng Tegalrejo: Wanita Perkasa yang Tercuri Sejarah" disebutkan bahwa Nyai Ageng Tegalrejo memegang filosofi Jawa dalam memilih pasangan hidup, yaitu mempertimbangan bebet, bibit, dan bobot.

Ia pernah menjadi komando Korp Prajurit Estri yang terdiri da ri para pendekar perempuan. Di bawah kepemimpinannya, Korp Prajurit Estri ini mengalami kemajuan. Bahkan beberapa ta hun menjelang Perang Jawa, korps ini membuat utusan negara dan Eropa terkagum-kagum dengan kemampuan para pendekar perempuan dalam menaiki kuda, melepaskan tembakan salvo dan ketepatan membidik.

Di samping itu, cucu dari Ki Ageng Sulaiman Bekel Jamus ini dikenal sebagai perempuan yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan ia tularkan kepada Pangeran Diponegoro sebagai orang yang diasuhnya. Karena itu, dalam beberapa sumber disebutkan Nyai Ageng Tegalrejo mempunyai peran besar dibalik nama besar Pangeran Diponegoro. Diponegoro kemudian menjadi sosok yang banyak mempelajari kitab-kitab fikih melalui para ulama yang sering diundang ber diskusi di Balairung, kediamannya di Tegalrejo.

Diponegoro mempelajari kitab Muharrar karya Imam ar- Fari'i dan Lubab al-Fiqh karya Al-Mahamili. Kitab Taqrib karya Abu Syuja al-Isfahani dan Fath al-Wahhab karya Imam Zakari yah al-Anshari merupakan favo rit bacaannya. Di tangan Nyai Ageng Tegalrejo, Pangeran Dipo negoro menjadi mahir membaca naskah berbahasa Jawa dan aksara pegon. Nyai Ageng Tegalrejo juga yang memperkenalkan Pangeran Diponegoro terhadap tradisi akademis Tarekat Syattari yah melalui kitab Tuhfat al-Mursalahila Ruhan-Nabi karya Syekh Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanpuri.

Peran besar Nyai Ageng Te gal rejo sangat terasa pada diri Diponegoro. Itu terlihat ketika sosok pembimbingnya wafat pa da 17 Oktober 1803. Ia merasa ke hilangan pembimbing utama sejak usia remaja hingga dewasa. Kendati demikian, rasa kehilangannya tersebut tak membuat Diponegoro lemah. Ia menjadi lebih dekat dengan rakyat.

Источники

  1. http://www.akarasa.com/2017/01/ratu-ageng-tegalrejo-wanita-perkasa.html -
  2. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/20/p2t0k2396-perempuan-ini-di-balik-nama-besar-pangeran-diponegoro -
  3. https://historia.id/kuno/articles/si-bantheng-pengiring-diponegoro-yang-paling-setia-P7x4Q -

Ближайшие предки и потомки

Прародители
2. Sultan Abdul Khair Sirajuddin / Ruma Mantau Uma Jati / La Mbila / I Ambela
рождение: апрель 1627, Sultan Bima II (1640 M)
смерть: 22 июль 1682
1. Kyai Ageng Datuk Sulaiman / Kyai Suleman Bekel Jamus
рождение: 1601, Bima (Tahun Saka)
рождение: 1680, Bima (Masehi)
Ratu Kedathon
смерть: 1620
Прародители
Родители
Nyai Ageng Derpoyudo / Roro Widuri
рождение: Keturunan Ke 2 Sultan Bima
похороны: Kuncen, Yokyakarta
3. Kyai Ageng Derpoyudo
похороны: Majangjati, (Dukuh Majan, Kecamatan Kerjo, Karanganyar, Sragen)
Родители
 
== 3 ==
4. Raden Ronggo Prawirosentiko (1) / Raden Ronggo Prawirodirjo I
титул: с 1755 по 1784, Bupati Madiun Ke 14, di Kranggan
смерть: 1784, dimakamkan di Pemakaman Taman
Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono)
рождение: 5 август 1717, Kartasura
брак: Bendoro Mas Ayu Asmorowati
брак: Gusti Kanjeng Ratu Kencono
брак: Bendoro Raden Ayu Tiarso [G.Hb.1.3] (Bendoro Raden Ayu Tilarso)
брак: Bendoro Mas Ayu Sawerdi
брак: Bendoro Mas Ayu Mindoko [G.Hb.1.6]
брак: Bendoro Raden Ayu Jumanten [G.Hb.1.8]
брак: Bendoro Mas Ayu Wilopo [G.Hb.1.9]
брак: Bendoro Mas Ayu Ratnawati [G.Hb.1.10]
брак: Bendoro Mas Ayu Tandawati [G.Hb.1.12]
брак: Bendoro Mas Ayu Tisnawati [G.Hb.1.13]
брак: Bendoro Mas Ayu Turunsih
брак: Bandara Mas Ayu Ratna Puryawati [G.Hb.1.15]
брак: Bendoro Radin Ayu Doyo Asmoro [G.Hb.1.16]
брак: Bendoro Mas Ayu Gandasari [G.Hb.1.17]
брак: Bendoro Raden Ayu Srenggara
брак: Bendoro Mas Ayu Karnokowati [G.Hb.1.18]
брак: Bendoro Mas Ayu Setiowati [G.Hb.1.19]
брак: Bendoro Mas Ayu Padmosari [G.Hb.1.20]
брак: Bendoro Mas Ayu Sari [G.Hb.1.21]
брак: Bendoro Mas Ayu Pakuwati [G.Hb.1.22]
брак: Bendoro Mas Ayu Citrakusumo [G.Hb.1.23]
брак:
брак: 2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya (Kanjeng Ratu Mas)
брак: 4. Bendoro Raden Ayu Handayahasmara / Mbak Mas Rara Ketul
брак: Raden Ayu Wardiningsih
титул: с 29 ноябрь 1730 по 13 февраль 1755, Kartasura, Pangeran Mangkubumi
брак: Bendoro Mas Ayu Cindoko [G.Hb.1.11] , Yogyakarta
титул: с 13 февраль 1755 по 24 март 1792, Yogyakarta
смерть: 24 март 1792, Imogiri, Yogyakarta
титул: 10 ноябрь 2006, Jakarta, Pahlawan Nasional RI
2. Mas Roro Juwati / Raden Ayu Beruk / KRK Kadipaten / KRK Ageng / KRKTegalraya (Kanjeng Ratu Mas)
рождение: оц. 1734, Peter Carey (Kuasa Ramalan, 913)
брак: Sri Sultan Hamengku Buwono I / Pangeran Haryo Mangkubumi (Raden Mas Sujono)
смерть: 17 октябрь 1803, Tegalrejo, Yogyakarta
== 3 ==
Дети
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam I [Hb.1.6] (Kanjeng Pangeran Haryo Notokusumo)
рождение: 21 март 1760, Pangeran Notokusumo / Pangeran Adipati Paku Alam I (1813-1829) Pendiri wangsa Pakualaman yang lahir pada tahun 1760 ini adalah peletak dasar kebudayaan Jawa dalam Kadipaten Pakualaman. Kepada para putra sentana, PA I memberi pelajaran sains dan tata negara. Beberapa karya sastranya adalah: Kitab Kyai Sujarah Darma Sujayeng Resmi (syair), Serat Jati Pustaka (sastra suci), Serat Rama (etika), dan Serat Piwulang (etika). Ia wafat pada tanggal 19 Desember 1829.
рождение: 21 март 1764, Yogyakarta
титул: с 28 январь 1812 по 31 декабрь 1829, Yogyakarta, Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I [1812-1829]
смерть: 31 декабрь 1829, Yogyakarta
Kanjeng Pangeran Adipati Dipowijoyo I [Hb.1.8] (Pangeran Muhamad Abubakar)
рождение: 1765
титул: оц. 1810, Yogyakarta, Pangeran Muhamad Abubakar
8. Bendoro Pangeran Haryo Diposanto
рождение: 1762
брак: Raden Ayu Semintaningsih
смерть: до 1820
14. Bendoro Raden Mas Hadiwijaya / Bendoro Pangeran Haryo Panular
рождение: 1771
смерть: 30 июль 1826, Nglengkong, Sleman
1. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro Gusti Raden Mas Intu
титул: Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anum Amangku Negara ingkang Sudibya Atmarinaja Sudarma Mahanalendra
похороны: август 1758, Imogiri, Yogyakarta
16. Bendoro Pangeran Haryo Mangkukusumo (1)
рождение: 1772
профессия: январь 1828, Wakil Dalem
20. Bendoro Pangeran Haryo Balitar
рождение: 1782
брак: 1. Raden Ayu Blitar
смерть: 1827
Gusti Kanjeng Ratu Kencana Wulan [Gp.Hb.2]
рождение: выч. 1780
смерть: 14 сентябрь 1859, Yogyakarta
Дети
Внуки
Bendoro Raden Ayu Mangkorowati [Ga.Hb.3.1]
рождение: 1770
брак: Sri Sultan Hamengku Buwono III / Gusti Raden Mas Surojo
смерть: 7 октябрь 1852, Yogyakarta
Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Gp.Hb.3.1] ? (Prawirodirjo)
количество детей: Putri Raden Ronggo Prawirodirdjo I dari Madiun
брак: Sri Sultan Hamengku Buwono III / Gusti Raden Mas Surojo
Sri Sultan Hamengku Buwono III / Gusti Raden Mas Surojo
рождение: 20 февраль 1769, Yogyakarta
брак: Bendoro Raden Ayu Murtiningsih [Ga.Hb.3.21]
брак: Bendoro Raden Ayu Hadiningdiah [Ga.Hb.3.22] / Bendoro Raden Ajeng Ratnadimurti
брак: Bendoro Mas Ayu Mindarsih
брак: Gusti Kanjeng Ratu Kencono [Hb.1.?] / Gusti Kanjeng Ratu Hageng [Gp.Hb.3.1]
брак: Bendoro Raden Ayu Mangkorowati [Ga.Hb.3.1]
брак: Bendoro Raden Ayu Dewaningrum
брак: Bendoro Raden Ayu Lesmonowati ? (Ratu Kencono)
брак: Bendoro Raden Ayu Kusumodiningrum
брак: Bendoro Raden Ayu Mulyoningsih
брак: Bendoro Raden Ayu Puspitosari
брак: Bendoro Raden Ayu Mulyosari
брак: Bendoro Mas Ayu Puspitoningsih
брак: Bendoro Raden Ayu Puspitolangen
брак: Bendoro Raden Ayu Kalpikowati
брак: Bendoro Raden Ayu Surtikowati
брак: Bendoro Raden Ayu Panukmowati
брак: Bendoro Mas Ayu Madrasah
брак: Bendoro Raden Ayu Padmowati
брак: Bendoro Raden Ayu Wido
брак: Bendoro Raden Ayu Doyopurnomo
брак: Bendoro Raden Ayu Puspowati
брак: Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Gp.Hb.3.1] ? (Prawirodirjo)
брак: Gusti Kanjeng Ratu Wadhan [Gp.Hb.3.3]
брак: Bendoro Mas Ayu Sasmitoningsih [Ga.Hb.3.19]
брак: Bendoro Raden Ayu Renggoasmoro [Ga.Hb.3.20]
брак: Bendoro Raden Ayu Hadiningsih [Ga.Hb.3.23]
титул: 31 декабрь 1808, Yogyakarta, Raja Putro Narendro Pangeran Adipati Anom Amangkunegoro (Pangeran Wali)
титул: с 1810 по 28 декабрь 1811, Yogyakarta
титул: с 12 июнь 1812 по 3 ноябрь 1814, Yogyakarta, Ngarsodalem Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III
смерть: 3 ноябрь 1814, Yogyakarta, Imogiri
1. Kanjeng Raden Tumenggung Sumadiningrat I
рождение: оц. 1760
брак:
брак: 8. Gusti Kanjeng Ratu Bendara
похороны: 20 июнь 1812, Pemakaman Jejeran, Wonokromo, Plered, Bantul, Yogyakarta, diatas jam 10 malam
смерть: 20 июнь 1812, Masjid Alun2 Selatan Kraton Yogyakarta, Geger Sepehi, Sabtu, 20 Juni 1812 Antara Jam 5-6 pagi
Kanjeng Raden Adipati Haryo Ronggo Prawirodirdja III ? (Adipati Maospati Madiun ke III)
брак: 22. Gusti Bendoro Raden Ayu Maduretno ? (Gusti Kanjeng Ratu Prawirodirdja III)
титул: с 1799 по 17 декабрь 1810, Bupati Madiun Ke 16 di : Maospati
смерть: 17 декабрь 1810, Banyu Sumurup-Imogiri dipindahkan ke Giripurno-Gn Bancak-Magetan pada 1957
Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo [Hb.2.30] ? (Bendoro Pangeran Hangabehi)
смерть: 30 сентябрь 1829, Yogyakarta, Imogiri
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam II [Pa.1.1] / Pangeran Suryaningrat (Raden Tumenggung Notodiningrat)
рождение: 25 июнь 1786, Yogyakarta
брак:
брак: Muktionowati [Ga.Pa.2.1]
брак: Resminingdiah [Ga.Pa.2.3]
брак: Widowati [Ga.Pa.2.4]
брак: Sariningdiah [Ga.Pa.2.2] (Gondhowiryo)
брак: 37. Gusti Kanjeng Ratu Ayu Krama [Gp.Pa.2.1]
титул: 1814, Yogyakarta, Pangeran Suryaningrat
титул: 31 декабрь 1829, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Suryaningrat
титул: с 4 январь 1830 по 23 июль 1858, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam II
смерть: 23 июль 1858, Yogyakarta
44. Bendoro Pangeran Haryo Hadiwijoyo / Bendoro Pangeran Haryo Abdul Arifin Hadiwijaya (Bendoro Raden Mas Nuryani)
рождение: 1794
брак: 2. Bendoro Raden Ayu Nuryani / Bendoro Raden Ayu Abdu'l Arifin Hadiwijoyo
смерть: 30 июль 1826, Nglengkong-Sleman, Termasuk dalam Daftar Panglima Perang Pangeran Diponegoro, (wafat pada 30 Juli 1826, dalam sebuah penyergapan Belanda didaerah Nglengkong-Sleman, Royal.Ark)
1. Raden Panji Prawirokusumo
брак: 55. Bendoro Raden Ayu Prawirokusumo
количество браков: 29 июнь 1813, Yogyakarta
Kanjeng Pangeran Adipati Danurejo III / Pangeran Natadiningrat (Barep Hadiwanaryo / Raden Joyosentiko, Pangeran Joko Hadiyosodiningrat)
профессия: Mojokerto, Bupati Japan
брак: 74. Gusti Kanjeng Ratu Sasi
профессия: с 2 декабрь 1813 по 22 февраль 1847, Yogyakarta, Pepatih Dalem Kesultanan Yogyakarta bergelar Kanjeng Raden Adipati Danurejo III
смерть: 1849, Mojokerto
Внуки
Личные инструменты
На других языках